Monday, January 30, 2012
Suara Kapit : Suara Yang Menggamit
Sebuah pelabuhan
di pinggir bandar Sibu
bot-bot ekspress berlabuh,
bertandang, pergi dan minggir
persis tunggul ceritera nan berjerejakkan
dari ceruk hinggar-binggar di pasar tamu
timbul dan tenggelam di dasar sungai, keruh
lembah, hutan dan bukit-bukau yang dihilir.
Kata temanku,
(Waktu kubertandang ke Sibu)
“Ini peluang membelek waktu
oleh mimpi di daerah Mandiri
menyergah bayu membelakangi senja, moga ketemu
ceritera mandala lupai buana, kala berabad abadi.”
Riakku bukannya mengkuang
usai kunang-kunang terbang, yakni
berjelaga di bumi sendiri
berkelip antara neon kota
akan ke hulu jejakku, seada-adanya.
(Oleh helusan lembut memugari mimpiku
bukan kerana pelawaan temanku itu)
Di haluan tempat duduk, pilihanku
menatap cermin alam terserlah
meramas liku-liku sungai Rajang
air terpercik menerpa kaki, kusapu
pekat persis karat, akan sirnakah?
Burung banggau yang sering terbang
bertenggek di dahan rapuh kayu
berantakan dibadai arus mengila,
musim tengkujuh di bulan Disember
berkocak di danau dada, rindu kunamai ia,
semakin muncah, terhimpun pasti mengalir jua.
“Semoga di daerah Kapit
kuketemu teman buat bicara
sang kunang-kunang yang tersepit,
tak henti dihimpit, tiada puas didera
suara pawana bukan kepalang membersit,
mengelus lembut, oktafnya berjeda-jeda, berjela-jela.”
Hanya akukah yang peduli?
Wharf Ekspress Sibu
20 Disember 2011
Frankie Latit
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment